20150114

Konseling Bagi Anak Tunarungu

Yuhuuu~ Postingan kali ini, for the first time, ngebahas soal spesialisasi yang saya ambil sejak 2 tahun lalu. YUP! Tunarungu ^^!
Berikut ini adalah hasil translate dari dokumen yang diterbitkan The National Deaf Children’s Society
(NDCS) dan lembaga lainnya dan bisa diunduh secara gratis ^^ sebagian dari dokumen yang judul aslinya "Deafness and School Councelling" ini saya bagi disini :p
yuks cuss!!

***



Dalam rangka mempromosikan mental yang sehat, sangat penting bagi sekolah untuk memastikan bahwa layanan konseling telah disesuaikan dengan kebutuhan spesifik anak dan remaja tunarungu. Dengan begitu, murid tunarungu dapat dengan mudah mengakses layanan kapanpun atau jika mereka membutuhkannya.
Seperti anak-anak lainnya, anak tunarungu juga mengalami masalah emosional yang tidak berhubungan dengan ketunarunguan mereka. Bagaimanapun juga, yang penting adalah konselor peka terhadap ketunarunguan dan tantangan tertentu yang mungkin dihadapi anak dan remaja tunarungu.
Selanjutnya, sangat penting bahwa konselor sekolah mengerti cara berkomunikasi dengan anak tunarungu yang berbeda.
Tentunya setiap anak tunarungu berbeda dan pertemuan konseling perlu disesuaikan dengan kebutuhan komunikasi masing-masing anak. Dibawah ini ada beberapa poin yang dapat diperhatikan:
1.      Atur suasana dengan benar
Banyak anak tunarungu yang bergantung pada lip reading (membaca gerak bibir) dan mengeluarkan suara untuk berkomunikasi. Pencahayaan yang buruk dapat mengakibatkan lip reading sulit untuk dilakukan dan kebisingan dari luar dan gema dapat berdampak pada komunikasi. Maka dari itu, sangat penting untuk memastikan bahwa pencahayaan sudah baik dan tenang. Jika diperlukan tutup gorden jendela dan merubah posisi duduk untuk mendukung komunikasi. Dalam hal ini, konselor duduk di hadapan anak tunarungu.
Sebelum pertemuan konseling dimulai, konselor harus selalu bertanya apakah pencahayaan dan ruangan sudah sesuai.
2.      Membuat kontak mata
Konselor terkadang harus mengisi formulir atau membuat catatan selama pertemuan. Walaupun memutuskan kontak mata untuk membuat catatan biasanya tidak mengganggu interaksi dengan anak pada umumnya, hal ini dapat mengganggu alur percakapan dengan anak tunarungu bahkan dapat dianggap tidak pantas. Akan lebih baik jika menghindari membuat catatan saat sesi pertemuan. Alternatif yang dapat dilakukan adalah konselor dapat membuat perjanjian untuk mengambil jeda untuk membuat catatan singkat, walaupun ini masih dapat mengganggu alur pertemuan.
3.      Pendekatan visual
Sadarlah bahwa remaja tunarungu memiliki pendekatan visual terhadap lingkungannya. Oleh sebab itu, menggunakan teknik visual selama sesi pertemuan, seperti demonstrasi, video, bagan, dan papan tulis dapat sangat membantu. Namun, konselor harus berhati-hati untuk tidak berbicara saat tidak melihat anak atau saat anak sedang melihat ilustrasi visual.
4.      Tulislah!
Ingatlah bahwa membaca bibir atau menggunakan bahasa isyarat akan melelahkan. Hal ini dapat berakibat pada ingatan anak tunarungu tehadap informasi. Oleh karena itu, menulis semua kesepakatan/tindakan/keputusan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak untuk dibawa akan sangat berguna.
Hal itu juga akan berguna untuk menulis apapun yang ingin disampaikan baik konselor maupun anak. Teknik ini akan berguna bagi anak tunarungu yang tidak menggunakan bahasa isyarat dan kemampuan oral yang terbatas.
Namun, ingatlah bahwa pendekatan ini tidak sesuai untuk semua anak tunarungu. Beberapa anak tunarungu mungkin mengalami hambatan dalam bahasa tulisan. Dalam kasus ini, membuat gambar secara visual dapat lebih sesuai.
5.      Apakah terapis pada umumnya cocok untuk semua anak?
Banyak anak tunarungu harus berkonsentrasi keras untuk mengikuti percakapan oral, jadi pertimbangkan cara untuk menghentikan diskusi.
Dapat juga diingat bahwa beberapa anak tunarungu mungkin mengalami keterlambatan perkembangan bahasa dan mengakibatkan kesulitan dalam memahami deskripsi emosi. Oleh sebab itu, akan lebih baik jika disediakan beberapa kertas dan pensil warna untuk dipegang, sehingga anak dapat menggambar jika mereka kesulitan untuk mengekspresikan secara verbal sebuah kata atau emosi yang mereka rasakan.
6.      Pastikan asesmen yang digunakan sesuai dengan anak
Sangatlah penting untuk menyadari bahwa sejumlah asesmen terapi dan ukuran standar tidak dapat menyediakan asesmen yang berhasil untuk banyak anak tunarungu, meskipun sudah di terjemahkan ke dalam bahasa isyarat. Asesmen yang telah distandarisasi mungkin dapat digunakan untuk anak dengan pendekatan oral dalam pembelajaran, namun masih perlu disesuaikan untuk mengadopsi lebih banyak pendekatan terbuka untuk menemukan kebutuhan terapi. Akan sangat bermanfaat bila menghubungi seseorang yang lebih profesional dan berpengalaman dengan anak tunarungu.
7.      Pikirkanlah istilah untuk emosi anak
Sadarilah bahwa anak tunarungu mungkin mengalami keterlambatan dalam bahasa. Banyak anak tunarungu menyadari sebuah perasaan, namun kekurangan kosakata untuk menamai perasaan tersebut. Memahami dan mengidentifikasi perasaan dapat menyokong kapasitas anak untuk mengenali perasaannya sendiri dan orang lain, dan membantu mereka untuk mengatur emosi mereka dengan baik.

No comments:

Post a Comment