Berikut ini adalah hasil translate dari dokumen yang diterbitkan The National Deaf Children’s Society
(NDCS) dan lembaga lainnya dan bisa diunduh secara gratis ^^ sebagian dari dokumen yang judul aslinya "Deafness and School Councelling" ini saya bagi disini :p
yuks cuss!!
***
Dalam rangka mempromosikan mental yang sehat, sangat
penting bagi sekolah untuk memastikan bahwa layanan konseling telah disesuaikan
dengan kebutuhan spesifik anak dan remaja tunarungu. Dengan begitu, murid
tunarungu dapat dengan mudah mengakses layanan kapanpun atau jika mereka
membutuhkannya.
Seperti anak-anak lainnya, anak tunarungu juga
mengalami masalah emosional yang tidak berhubungan dengan ketunarunguan mereka.
Bagaimanapun juga, yang penting adalah konselor peka terhadap ketunarunguan dan
tantangan tertentu yang mungkin dihadapi anak dan remaja tunarungu.
Selanjutnya, sangat penting bahwa konselor sekolah
mengerti cara berkomunikasi dengan anak tunarungu yang berbeda.
Tentunya setiap anak tunarungu berbeda dan pertemuan
konseling perlu disesuaikan dengan kebutuhan komunikasi masing-masing anak. Dibawah
ini ada beberapa poin yang dapat diperhatikan:
1.
Atur
suasana dengan benar
Banyak anak tunarungu yang
bergantung pada lip reading (membaca gerak
bibir) dan mengeluarkan suara untuk berkomunikasi. Pencahayaan yang buruk dapat
mengakibatkan lip reading sulit untuk
dilakukan dan kebisingan dari luar dan gema dapat berdampak pada komunikasi.
Maka dari itu, sangat penting untuk memastikan bahwa pencahayaan sudah baik dan
tenang. Jika diperlukan tutup gorden jendela dan merubah posisi duduk untuk mendukung
komunikasi. Dalam hal ini, konselor duduk di hadapan anak tunarungu.
Sebelum pertemuan konseling dimulai,
konselor harus selalu bertanya apakah pencahayaan dan ruangan sudah sesuai.
2.
Membuat
kontak mata
Konselor terkadang harus mengisi
formulir atau membuat catatan selama pertemuan. Walaupun memutuskan kontak mata
untuk membuat catatan biasanya tidak mengganggu interaksi dengan anak pada
umumnya, hal ini dapat mengganggu alur percakapan dengan anak tunarungu bahkan
dapat dianggap tidak pantas. Akan lebih baik jika menghindari membuat catatan
saat sesi pertemuan. Alternatif yang dapat dilakukan adalah konselor dapat
membuat perjanjian untuk mengambil jeda untuk membuat catatan singkat, walaupun
ini masih dapat mengganggu alur pertemuan.
3.
Pendekatan
visual
Sadarlah bahwa remaja tunarungu
memiliki pendekatan visual terhadap lingkungannya. Oleh sebab itu, menggunakan
teknik visual selama sesi pertemuan, seperti demonstrasi, video, bagan, dan
papan tulis dapat sangat membantu. Namun, konselor harus berhati-hati untuk
tidak berbicara saat tidak melihat anak atau saat anak sedang melihat ilustrasi
visual.
4.
Tulislah!
Ingatlah bahwa membaca bibir atau
menggunakan bahasa isyarat akan melelahkan. Hal ini dapat berakibat pada
ingatan anak tunarungu tehadap informasi. Oleh karena itu, menulis semua
kesepakatan/tindakan/keputusan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak
untuk dibawa akan sangat berguna.
Hal itu juga akan berguna untuk
menulis apapun yang ingin disampaikan baik konselor maupun anak. Teknik ini
akan berguna bagi anak tunarungu yang tidak menggunakan bahasa isyarat dan
kemampuan oral yang terbatas.
Namun, ingatlah bahwa pendekatan
ini tidak sesuai untuk semua anak tunarungu. Beberapa anak tunarungu mungkin
mengalami hambatan dalam bahasa tulisan. Dalam kasus ini, membuat gambar secara
visual dapat lebih sesuai.
5.
Apakah
terapis pada umumnya cocok untuk semua anak?
Banyak anak tunarungu harus
berkonsentrasi keras untuk mengikuti percakapan oral, jadi pertimbangkan cara
untuk menghentikan diskusi.
Dapat juga diingat bahwa beberapa
anak tunarungu mungkin mengalami keterlambatan perkembangan bahasa dan
mengakibatkan kesulitan dalam memahami deskripsi emosi. Oleh sebab itu, akan
lebih baik jika disediakan beberapa kertas dan pensil warna untuk dipegang,
sehingga anak dapat menggambar jika mereka kesulitan untuk mengekspresikan
secara verbal sebuah kata atau emosi yang mereka rasakan.
6.
Pastikan
asesmen yang digunakan sesuai dengan anak
Sangatlah penting untuk menyadari
bahwa sejumlah asesmen terapi dan ukuran standar tidak dapat menyediakan
asesmen yang berhasil untuk banyak anak tunarungu, meskipun sudah di terjemahkan
ke dalam bahasa isyarat. Asesmen yang telah distandarisasi mungkin dapat
digunakan untuk anak dengan pendekatan oral dalam pembelajaran, namun masih
perlu disesuaikan untuk mengadopsi lebih banyak pendekatan terbuka untuk
menemukan kebutuhan terapi. Akan sangat bermanfaat bila menghubungi seseorang
yang lebih profesional dan berpengalaman dengan anak tunarungu.
7.
Pikirkanlah
istilah untuk emosi anak
Sadarilah
bahwa anak tunarungu mungkin mengalami keterlambatan dalam bahasa. Banyak anak
tunarungu menyadari sebuah perasaan, namun kekurangan kosakata untuk menamai
perasaan tersebut. Memahami dan mengidentifikasi perasaan dapat menyokong
kapasitas anak untuk mengenali perasaannya sendiri dan orang lain, dan membantu
mereka untuk mengatur emosi mereka dengan baik.
No comments:
Post a Comment